ANUGERAH CINTA MIRA



"ANUGERAH CINTA MIRA"
                      Dia gadis yang belum mengetahui kemana arah dia melangkah, dia merasa tertatih karena banyak tekanan yang menghampirinya, menangis hanya itu yang dapat dia lakukan, menghela nafas adalah sahabatnya tak ada satupun yang dapat mengerti keadaannya termasuk ayah-ibunya.
"siapa yang akan mengerti keadaan ini, siapa yang ingin mengetahui isi hati ini dan siapa yang ingin  bertukar cerita dengan ku..?? oh tuhan… aku lelah menghadapi kenyataan ini, apakah ini hanya sebuah masalah biasa saat-saat menyambut masa remajaku seperti yang di alami oleh kebanyakan remaja-remaja lainnya yang seusia denganku agar aku bisa menjadi lebih bijak. Sesulit inikah, apa tidak ada jalan cerita lain yang lebih sederhana untuk aku lewati,,?? aku mohon tuhan… bantu aku melupakan masalah ini untuk sesaat dalam tidurku, aku ingin terlelap dalam kedamaian, aku butuh istirahat, aku butuh ketenangan di tidurku malam ini"  Mira bergumam dalam hati                        
                   ***                                                                                                             

                "Mira  matikan  handphonenya" teriakan Mamanya dari dapur yang tengah sibuk menyiapkan sarapan
"itu hanya alarm Ma…"
"Mama tau sayang, Mira tau sendiri eyangmu sedang istirahat, barusan eyangmu bisa tertidur pulas"
"baik Mama…" Mira segera mematikan alarm pada ponselnya
"Ma, Mira berangkat ya…"
"Loh, Mira nggak sarapan dulu,,??"
"Enggak Ma, nanti saja di kantin sekolah Mira sarapan"
"Ya sudah, hati-hati di jalan ya nak…"
Seperti biasa sebelum Mira berangkat ke sekolah, Mira selalu mencium tangan Mamanya.
                 Mira ke sekolah hanya berjalan kaki, Mira selalu melewati jalan yang selama 6 tahun ini dia lewati, semenjak dia duduk di bangku SMP hingga SMA Dia selalu berjalan kaki melewati jalan-jalan tersebut karena dengan cara demikian dia merasa lebih nyaman. Tak terasa Mira sudah tiba di pintu gerbang sekolahnya
"Mira, mira, mira…" panggilan yang tidak asing lagi baginya. Ya, dia adalah Sandra sahabatnya sejak SD hinggga SMA yang baru saja memarkir mobil di tempat parkiran. Setiap hari Sandra ke sekolah menggunakan mobil pribadi pemberian orangtuanya, tak jarang Mira di tawarkan tumpangan namun Mira selalu menolaknya dengan alasan karena dia lebih merasa nyaman dengan berjalan kaki lagipula jarak dari rumah ke sekolahnya tidak begitu jauh. Persahabatan mereka sudah hampir 12 tahun tetapi Mira sangat tertutup untuk mengungkapkan masalah privasinya terhadap Sandra sahabatnya sendiri  apalagi tentang masalah yang sedang dia alami saat ini. Lain halnya dengan Sandra, dia selalu curhat terhadap Mira dari masalah sepeleh hingga masalah yang tidak semestinya untuk Mira ketahui. Sandra gadis yang cantik, bila di bandingkan dengan Mira, Sandra jauh lebih mempesona, Sandra anak brokenhome, orangtua Sandra bercerai sejak Sandra duduk di bangku SMP. Sandra tinggal sendiri di rumahnya karena dia tidak mau mengikuti salah satu di antara kedua orangtuanya dengan alasan jika mengikuti salah satu dari mereka Sandra merasa itu tidak adil. Orang tua Sandra menerima keputusan itu, hingga pada akhirnya Sandra terjerumus ke dunia hitam, narkotika dan sebagainya dan hal yang terparah adalah Sandra kehilangan virginnya. Virgin Sandra di renggut oleh kawan kekasihnya Angga, Angga cowok yang sangat Sandra cintai, Sandra di jadikan jaminan oleh Angga kepada kawannya untuk melunasi hutang-hutangnya, saat kejadian itu Sandra sempat frustasi. Mira sahabat satu-satunya adalah tempat untuk sandarannya dan Mira selalu berusaha dengan berbagai cara untuk menenangkan hati sahabatnya
"I'm proud have best friend like you" hanya kalimat itu yang bisa Mira ungkapkan kepada sahabatnya.
"hey Mira, gimana kabar lho hari ini..??"
"baik San, lho sendiri gimana..??"
"seperti yang lho lihat saat ini Mir…"
"Hmmmlho terlihat lebih cantik hari ini Sandra"
"hahaa… kamu bisa aja Mir, lho juga nggak kalah dari gue Mir…" Sandra tertawa lepas setelah mendengar pujian yang barusan di ungkapkan oleh sahabatnya
"San, kita ke kantin yuk…"
"Hah, pagi-pagi gini ke kantin..??"
"gue belum sarapan San…"
“Hmmm okey, gue temani ya…" sesampai di kantin Mira langsung memesan pesanannya lalu mencoba menawarkan pada Sandra
"Lho mau pesan apa San..??"
"Nggak usah Mir, gue dah sarapan tadi di rumah sebelum kesini"
”San, lho tau nggak,,!! gue tuh paling sebel deh buku-buku gue di pinjam sama Rita " cetus Mira sambil menyedot sedotan juice nya
“Buku apa yang lho maksud Mir… ??”
“Buku catatan gue San, gue nggak sukanya karena tiap kali di pinjam selalu kelamaan dan ujung-ujungnya nggak di balikin, kan gue sendiri yang susah San...”
Belum sempat Sandra menjawab bel tanda masuk kelas pun berbunyi, buruh-buruh Mira menghabiskan sisa juice nya Lalu beranjak dari tempat duduk mereka.
                    Hari itu Mira ingin pulang melewati jalan yang baru selesai di renovasi sekaligus Dia ingin mencari suasana baru. Di sepanjang jalan banyak terlihat anak-anak kecil yang bergelanyutan di tangan Ibunya meminta untuk di belikan setiap dagangan yang lewat tanpa berpikir ada atau tidak uang Ibunya untuk di belikan
"menjadi anak kecil itu memang sangat menyenangkan jauh dari beban pikiran ataupun masalah seperti yang sedang gue alami saat ini" gumamnya membatin. Mira terus melangkahkan kaki melanjutkan perjalanannya, Dia mengikuti setiap jalur yang ada di kompleks tersebut, banyak hal yang  menarik baginya yang mampu memberikan sedikit ketenangan dalam jiwanya, seketika matanya tertujuh pada sebuah halte bus namun sejak tadi tak ada satupun bus yang singgah. Mira mencoba mendekati halte bus itu, dia tertarik untuk singgah di halte itu karena dia sudah merasa lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup menguras energinya
"Sepertinya cuaca hari ini tidak bersahabat" gumamnya.
                    Langit mulai menjatuhkan cristal-cristal cairnya, perlahan-lahan bumi mulai basah, rumah, pepohonan, halte yang sedang Mira singgahi, jalan aspal yang ada di hadapannya pun ikut di genangi oleh cristal-cristal cair itu. Mira sangat bahagia menikmati suasana yang ada di hadapannya, alunan nada butiran cristal cair itu seolah-olah mengisyaratkan kepada Mira bahwa kali ini dia ingin menemani Mira sekaligus ingin memberi ketenangan dalam jiwa Mira yang sedang gunda. Mira merasa tenang berada dalam halte itu, dia semakin hanyut dalam lamunan. Mira merasa bahwa dia telah menemukan sahabat kedua setelah Sandra. Dari kejauhan, terlihat seseorang berlari-lari mendekati halte yang sedang di tumpanginya. Dia seorang anak laki-laki yang sebaya dengan Mira "Sepertinya orang itu sedang mencari tempat untuk berteduh, kasihan pakiannya sudah basah kuyup" gumam Mira membatin. kemudian Mira melanjutkan lamunannya
"Bagaimana langkah selanjutnya untuk masa depan gue kelak..?? gue ingin menjadi seorang penulis bukan dokter seperti yang mama harapkan, gue tidak memiliki keahlian di bidang itu. gue ingin menentukan pilihan gue sendiri, gue sudah dewasa sudah sepantasnya untuk memutuskan pilihan gue sendiri ke mama. Rasanya gue ingin teriak sekencang-kencangnya  di tengah-tengah derasnya hujan ini"
gumamnya
"hei.." suara anak laki-laki tadi menyapa dirinya
"eh, iya..." Mira kaget karena tiba-tiba saja anak laki-laki itu menyapa dirinya yang sedang larut dalam lamunan
"gue Anugerah, lho siapa..??” tanya anak laki-laki itu mengulurkan tangannya
"gue Mira" jawab Mira tersenyum sambil membalas uluran tangan anak laki-laki itu. kemudian mereka saling berjabat tangan
"Gue baru pertama kali ngeliat lho di sini, apa lho baru kali ini mengunjungi halte ini..??”
“Ya, ini pertama kalinya gue kesini, sebenarnya gue sudah lama mengetahui tempat ini hanya saja gue baru punya waktu menyempatkan diri untuk jalan-jalan kesini dan jujur halte ini juga baru pertama kalinya gue singgahi, menurut gue ada keunikan pada halte ini dan gue merasa nyaman berada di sini”
“Oh begitu… berarti kita merasakan hal yang sama, menurut lho apanya yang unik..??”
“Uniknya, halte bus yang seharusnya banyak bus yang singgah tapi sejak tadi tidak ada satupun bus yang singgah”
“Hahahaha…"
"Lah, malah ketawa"
"Hahaha nama lho siapa tadi"
"Em-i-er-a, Miiiiiira…"
"Iya, ya Mira… mira, mira, jelas aja gk ada bus yang singgah di jalan kompleks kayak gini Mir…"
"Ya juga sih…"
"Nih dengerin gue, gue kasih tau ya… halte ini sebenarnya hanya di jadikan sebagai tempat persinggahan saja karena sering terjadi hujan kayak gini jadi di bangun halte semacam ini dan menurut orang-orang sih katanya jika seorang cowok bertemu dengan cewek di halte ini secara tidak sengaja seperti yang kita alami saat ini, itu artinya mereka akan berjodoh. Hahahaaa"
“lho bisa aja buat lelucon kayak gitu"
“ini bukan lelucon Mira melainkan fakta, lho lihat aja ntar"
"ah, ngaco lho. emang nggak ada lelucon lain yang bisa di bahas selain bahas yang kayak gitu Anugerah..??"
"okey, okey I'm so sorry, gue cuman bercanda kok nona Mira… oya, lho cukup panggil gue Nugie aja"
"Baik Nugie yang humoris..."
"Lah, kok humoris"
"Emang..!!"
"Lho salah, bukan humoris melainkan cakap. Hahahaa" suara tawa Anugerah berlomba bersama derasnya suara  hujan sementara Mira sendiri hanya terdiam dan tersenyum sumringah melihat aksi cowok yang ada di hadapannya saat itu
"Hehehe… by the way, tempat tinggal lho dimana..??" Anugerah kembali menanyakan Mira
"gue tinggalnya di belakang kompleks sini…"
"owh berarti nggak jauh dari sini ya..??"
"ya… lumayan jauhlah kalau jalan kaki, kalau lho sendiri tempat tinggal lho dimana..??"
"di seberang jalan sana tapi kalau lho butuh gue, lho cukup temui gue disini aja"
"oya ngomong-ngomong hujannya sudah mulai redah tuh, cabut yuk..!!
“okey, senang berkenalan dengan lho disini Mir..."
“gue juga seneng kenalan sama lho Nugie..."
"hati-hati di jalan ya Mir…. semoga kita bisa bertemu di tempat ini lagi”
“Iya Nugie semoga saja" gumam Mira dalam hati karena Mira malu untuk mengatakan yang sesungguhnya karena dia nggak mau harga dirinya rendah dimata anak laki-laki itu kalau sebenarnya Mira juga sangat mengharapkan pertemuan itu lagi. Mira hanya melempar senyum dan mengucap terima kasih pada Anugerah yang ada di hadapannya kemudian berlalu pergi melanjutkan langkahnya meninggalkan halte yang sebenarnya hanya di jadikan sebagai pelengkap jalan di kompleks itu saja.
“bye Mira…" ucapan terakhir Anugerah kepada Mira cewek yang baru saja di kenalnya, Anugerah mulai beranjak meninggalkan halte itu sambil melambaikan tangan kepada Mira dan Mira juga membalasnya dengan bahagia.
                   Mira mempercepat langkahnya agar segera sampai rumah sesekali Dia menoleh ke belakang untuk memastikan semua yang baru saja terjadi nyata atau hanya sekedar  mimpi imajinasinya saja, Mira melihat sosok tubuh Anugerah dari kejauhan yang sedang berjalan sambil mengayunkan tangan memukul dedaunan yang basah sisa guyuran hujan tadi di sekitarnya. hingga Anugerah tidak terlihat lagi pada pandangannya baru Mira memfokuskan diri pada jalan yang ada di hadapannya tanpa menoleh lagi. Sesampainya di pintu gerbang, Mira segera mengambil kunci dari dalam tas dan membukanya. Mira lansung bergegas menujuh dapur untuk menghilangkan rasa lapar yang sedari tadi  melanda perutnya, sepertinya cacing-cacing di perutnya mulai berdemo mengingat akhir-akhir ini banyak masyarakat di berbagai tempat melakukan aksi demo, demikian kiranya cacing-cacing di perut Mira juga ikut melakukan aksi yang serupa. karena tak tahan Mira langsung membuka lemari es. ketika hendak membukanya, pandangan Mira langsung tertujuh pada secarik kertas kecil yang ada di pintu lemari es yang berisi pesan
"sayang, mama pamit ke rumah sakit. kamu makan dulu ya lalu susul mama ke rumah sakit pondok indah, eyang mu masuk rumah sakit lagi”
"Hmmm lagi-lagi eyang padahal seluruh keluarga mama memiliki cukup banyak materi, herannya kenapa eyang tidak mau di bawa ke luar negeri untuk berobat total, gue rasa pengobatan di luar negeri lebih baik bila di bandingkan dengan di sini. terbukti sekarang eyang bolak balik rumah sakit muluh, kasihan eyang berkali-kali di tusuk jarum" Mira bergumam gregetan sambil meregam kertas yang berisi pesan singkat tersebut. Selesai makan dan ganti pakaian, Mira langsung bergegas menyusul mamanya ke Rumah sakit.
                 Isak tangis keluarganya terdengar jelas di telinga Mira ketika tiba di depan pintu kamar  tempat eyangnya di rawat. Kali ini  Mira sudah tidak sanggup lagi menemui eyangnya karena Dia merasa kondisi tubuhnya sendiri saja sudah tidak sanggup dikendalikan, kepalanya mulai terasa pusing, suhu tubuhnya pun berubah drastis menjadi panas
"apa karena di sebabkan oleh rasa capai dalam seharian ini..??" gumamnya. Mira berlari ke toilet untuk memastikan yang sebenarnya terjadi karena dia tidak mau keluarga-keluarganya yang lain mengetahui apa yang di alaminya. Mira terkejut seketika mulutnya mengeluarkan darah untuk yang kesekian kalinya dan tak lama kemudian keluar lagi melalui hidungya. Mira mencoba untuk menenangkan diri, Dia mulai membersihkan semua darah-darah yang keluar dengan air kran dan beberapa helai tissue yang ada di hadapannya. Tiba-tiba suara handphonenya berdering, terlihat jelas pada layar terterah nama Mamanya
"ya Ma…"
"kamu sudah dimana sayang…"
"sebentar lagi Mira sampai kok ma…"
"ya sudah… cepetan ya…"
"baik mama…"
setelah semuanya beres, Mira langsung menuju ruangan tempat eyangnya di rawat namun tiba-tiba suara dari belakang memanggilnya
“Mira tunggu…"
“Andika, akhirnya lho kesini juga”
“iya nih Mir, sorry bangat gue nggak pernah ada waktu buat besuk eyang selama eyang sakit, lho tau sendiri kan tentang kesibukan gue akhir-akhir ini..??”
“akhirnya lho sadar juga”
“maksud lho..??”
“hehe nggak ada, lupain aja..!! ayo kita ke ruangannya eyang”
“sebentar Mir, kenapa itu tissue ada darah, itu darah siapa Mir..??" tanya Andika penasaran
“Hmmm lho salah lihat Dika, ini bukan darah melainkan bekas lipstik yang barusan gue remove”
“lipstik, sejak kapan lho mulai memakai lipstik..?? bukannya lho paling nggak suka make up..??”
“setiap orang kan bisa berubah Dika…”
Belum sempat calon Dokter mudah itu menanyakan tentang perubahan yang  terjadi pada saudara sepupuhnya itu, dari depan pintu ruangan tempat eyang mereka di rawat, Ibu Rika yang tak lain adalah Mamanya Mira memanggil-manggil mereka dari kejauhan menggunakan bahasa isyarat dengan cara melambaikan tangannya. Di ruangan, dokter dan para perawat-perawat berlarian memasuki ruangan eyang mereka
"sepertinya kali ini keadaan eyang benar-benar serius Dika" gumam Mira pada sepupuhnya
"kayaknya Mir…kita masuk yuk"
"Tuhan… sembuhkanlah eyang, tasya sayang sama eyang” terdengar suara gadis mungil dari sudut kamar yang tak lain suara tasya yang sedang duduk di sofa, Mira  mencoba mendekati dan menenangkannya
“tasya jangan nangis ya sayang…”
“tasya sedang berdoa buat eyang kak Mira, tasya nggak mau eyang pergi, tasya sayang sama eyang. bulan depan kan tasya ulang tahun kalau nggak ada eyang entar nggak seruh kak…”
"ya sudah sayang kita berdoa aja supaya eyang cepat sembuh ya…" ucap Mira sambil menahan airmata
“Amin kak… kak Mira nangis ya..??”
“kak Mira nggak nangis sayang…"
“kak, kenapa eyang mesti sakit...?? Tasya takut kalau nanti eyang pergi ninggalin kita”
“sssst jangan bicara kayak gitu sayang…??"
“nggak kak, dulu eyang pernah bilang sama tasya kalau tasya harus jadi anak yang baik dan penurut, eyang juga pernah bilang kalau suatu saat nanti eyang akan pergi jauh ninggalin kita semua”
“udah sayang… sekarang lebih baik kita berdoa aja buat eyang semoga eyang di berikan kekuatan agar eyang gak ninggalin kita”
Kali ini suara isak tangis Ibu Rika dan yang lainnya semakin kuat, Mira dan tasya segera menghampiri,  hari itu adalah hari terakhir bagi eyang mereka. semuanya terbalut dalam kesedihan, Papa Mira yang sejak tadi berdiri disamping Mamanya berusaha untuk menenangkan istrinya dan meminta untuk memanjatkan doa. sesekali Mira mengusap air matanya, di sebelahnya lagi terlihat tasya sedang bercucuran airmata di samping jenazah, sepertinya tasya ingin menyampaikan sesuatu kepada eyangnya
"tasya sayang… sini papa gendong”
“nggak mau Pa, tasya mau ikut bersama eyang” jawabnya, Tasya sangat terpukul dengan kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya, Papanya berusaha menenangkan dan menggendongnya.
                   Hari itu jenazah eyangnya langsung di makamkan di tempat pemakaman umum
“Papa, Tasya ikut ya… anterin eyang ke rumah barunya"
“Baik sayang… tapi tasya harus janji nggak boleh nangis lagi ya.??"
"Baik Papa…"
"kalau tasya sedih eyang juga jadi ikut sedih loh…”
“Papa… Tasya sedih karena di sana eyang nggak punya selimut, nggak dibawain bantal, gelap-gelapan lagi nggak ada lampu, apa eyang berani sendirian Pa...??”
“Tasya sayang… bagi orang yang baik seperti eyang pasti di sana nggak gelap dan mudah-mudahan rumah baru eyang di sana lebih terang dari kamarnya eyang yang di rumah”
“gitu iya Pa, amin… tapi tasya boleh kan tiap hari main-main ke rumah barunya eyang..??”
“tentu boleh sayang…"
                       
                      ***
            
                      Masih di bumi yang sama di tempat yang berbeda, siang itu setiap pulang sekolah. Anugerah meloper korannya pada pedagang-pedang yang ada di tempat-tempat umum, tempat dimana orang biasa mangkal seperti di terminal, stasiun kereta api, pasar, perempatan, pagkalan ojek dan sebagainya. keluarga Anugerah tergolong keluarga sederhana bahkan cenderung miskin, lain halnya dengan Mira cewek yang selama itu Anugerah idam-idamkan untuk menjadi kekasihnya. keseharian ayah Anugerah bekerja sebagai sopir taxi sedangkan ibunya hanya berjualan di kedai kecil dekat jalan, kedai tersebut adalah satu-satunya yang paling berharga untuk menopang kebutuhan sehari-hari keluarga mereka.
                 seLanjutnya minggu itu, Mira selama dua hari tidak masuk sekolah karena penyakit yang selama ini di deritanya mulai menguasai tubuhnya bahkan mulai menjalar hingga seluruh bagian-bagian organ tubuhnya, sepertinya organ-organ itu mulai letih untuk melawan keangkuhan penyakitnya. Di saat-saat lelah melawan rasa sakit itu, yang terlintas dalam fikiran Mira hanya bayangan  Anugerah, cowok yang di temukannya di halte beberapa minggu lalu. Menurutnya, Anugerah cowok yang lucu dan sederhana. Mira merasa nyaman saat berada di dekatnya
"apa mungkin gue akan bertemu lagi dengannya, gue harap gue bisa menemukannya lagi di halte itu. siapa dia, mengapa gue bisa menaruh hati dan rasa rindu seperti ini terhadapnya..??" gerutuhnya di dalam kamar.
                       Dari mulutnya Mira mulai mengeluarkan darah, Mira langsung  berlari menuju toilet bahkan hidungnya mulai mengeluarkan darah hitam yang menggumpal. kali ini darah yang keluar lebih banyak dari biasa hingga berlangsung selama 15 menit, karena penasaran akan penyakit yang dideritanya selama ini, Mira mencoba menanyakan prihal penyakitnya itu kepada calon Dokter muda yang tak lain adalah Andika sepupuhnya yang tengah asyik minum juice sambil membuka lembaran-lembaran majalah di halaman belakang rumah.
“hai Dika…”
“hai juga, tumben… tante kemana Mir, dari tadi kok belum kelihatan..??”
"gue sendiri juga nggak tau tuh"
"Lah, lho dimana aja dari tadi..??"
"gue di kamar Dika…"
"ngapain berdiam di kamar muluh..?? jangan-jangan ni…"
"maksud lho..??"
"jangan-jangan sudah ada yang berhasil ngerebut hati lho maksud gue, hahaha"
"hahahaha…" Mira baru merasakan tertawa se renyah itu lagi semenjak almarhum eyangnya meninggal bahkan semenjak menahan rasa sakit yang di deritanya, dia tidak lagi merasakan tawa yang baru saja di rasakan setelah mendengar omongan Andika
“Dika, gue mau nanyain sesuatu ke lho boleh nggak..??”
“lho mau nanyain apa ke gue Mir..??“
“gini, jika darah keluar dari mulut serta keluar melalui hidung juga itu penyakit apa namanya Dika..??”
“itu penyakit langkah Mir, hanya orang yang mempunyai golongan darah AB+ yang mengidapnya  dan sampai sekarang kami para medis belum bisa menemukan obatnya. jika ingin sembuh si penderita harus berobat ke california dan cara mengobatinya pun harus dari awal ketika si penderita mengeluarkan darah pertama kali dan jika sudah mengeluarkan gumpalan darah hitam itu tandanya pengobatan sudah terlambat untuk di jalani karena sirkulasi darah dalam tubuh sudah tidak seimbang lagi”
“separah itu kah Dika..?”
“ya Mir, tapi ngomong-ngomong siapa yang mengalami penyakit semacam itu Mir..??”
"teman gue…"
"owh, gue fikir lho"
“sembarangan lho..!! lagian lho lihat sendiri kan kalau gue sehat kayak gini, lho ini aneh-aneh aja, dasar dokter primitif”
“lho ini dah di jelasin bukannya berterimakasih malah ngeledek gue
“hehehe iya… ya… mata empat, sorry dah and sukses ya buat lho…”
"Nah, gitu dong…"
"by the way, kapan lho balik dika..??"
"kok nanya kapan gue balik, memangnya lho nggak suka kalau gue lama-lama di rumah ini..??"
"bukan gitu maksud gue Dika…"
"lalu…??"
"maksud gue, apa lho nggak punya tugas penting yang harus lho tangani minggu-minggu ini, gitu maksud gue Dika…"
"owh, kirain… Lah, lho sendiri nggak masuk sekolah kenapa hayo…"
"ditanya malah balik nanya, udah, udah ach' dari dulu lho emang nggak pernah mau ngalah kalau berdebat sama gue"
"hahahaha ya sudah sana..!!"
Mira langsung berlalu menuju kamarnya dengan prasaan kesal dan sejuta kekhawatiran mulai menghantui prasaannya saat mengetahui penjelasan dari Andika tentang penyakit yang di deritanya selama ini. setelah berfikir panjang lebar sambil mondar-mandir di kamarnya sendiri, Mira memutuskan untuk pergi ke halte tempat yang di rasakan nyaman dan damai bagi jiwanya, mungkin dengan demikian dia bisa menemukan solusi terbaik bagi penyakitnya.
                       ***
                    
                    Butiran-butiran jernih itu mulai muncul dari kedua sudut matanya, semakin lama butiran-butiran itu semakin deras tak terkendali, sehelai sapu tangan menghampiri dan berusaha untuk menghentikannya, di toleh kesebelahnya karena penasaran ingin mengetahui tangan siapa yang lancang melakukan itu. ternyata Anugerah yang sejak minggu kemaren selalu datang ke tempat itu menunggu kehadirannya. Tanpa sadar Mira langsung merebahkan kepalanya di dada Anugerah, tak ada penolakan sama sekali dari Anugerah bahkan Anugerah menyambutnya dengan rangkulan yang damai seolah-olah mampu memberikan secercah kedamaian dalam jiwanya seketika itu
“lho kenapa Mir…??” tanya Anugerah dengan nada lirih karena ingin mengetahui tentang kesedihan yang di alami oleh cewek yang selama ini dia kagumi dan yang dia tunggu-tunggu untuk hadir di tempat itu dan kali ini bukan hanya sekedar hadir untuk menghilangkan rasa kerinduannya melainkan juga hadir langsung dalam dekapannya
“Nugie… hikz, hikz, hikz” Isak tangisnya tidak bisa di kendalikan
“ya Mir, lho kenapa… ngomong ke gue Mir…??”
“gue sedih gie…”
“ya gue tau lho sedih Mir, tapi kasih tau ke gue apa sebab dari kesedihan lho itu, mungkin gue bisa bantu. apa ada cowok yang nyakitin lho..??“ Mira menggelengkan kepalanya
"lalu...??"
“gue bingung meski memulainya dari mana buat ngasih tau ke lho Nugie...“
"sebanyak itu kah problema yang lho alami Mir… sehingga lho bingung untuk mengawalinya..??"
"bukan gitu maksud gue Nugie, gue takut kalau lho kaget jika mendengarnya"
"katakan Mir, justru gue akan lebih takut akan kekhawatiran gue sendiri tentang keadaan lho jika lho tidak mengatakannya sekarang"
"gue mengidap penyakit  langkah gie…"
"langkah bagaimana maksud lho Mir…" tanya Anugerah lagi semakin tidak mengerti dengan yang di maksud oleh Mira
"penyakit langkah yang hingga kini tim medis belum mengetahui cara untuk menyembuhkannya selain dengan cara gue berobat ke luar negeri, penyakit ini memiliki harapan untuk sembuh kecuali pada saat pertama kali gue merasakan gejala-gejalanya sementara yang gue alami ini sudah benar-benar parah Nugie…"
"darimana lho bisa yakin tentang semua itu Mir, lho masih punya banyak waktu, lho bisa coba dan berusaha untuk menyembuhkannya. apakah orangtua lho tidak tau tentang keadaan lho ini Mir...??"
"tidak Nugie…" jawab mira sambil menggelengkan kepalanya
"kenapa lho bisa sebodoh ini Mir… apa lho nggak pernah berfikir akan akibat dari kebodohan yang secara sadar lho lakuin..!!" Mira sudah tidak sanggup untuk berkata apa-apa lagi karena orang yang selama ini dia kagumi pun jadi  ikut-ikutan menyalahkan atas keteledorannya. Darah itu, lagi-lagi keluar dari kedua lubang hidung Mira dengan sendirinya tanpa di minta
“Mir, lho kenapa Mir…??” tanya Anugerah panik
“penyakit ini gie, penyakit yang selama ini menggoroti tubuh gue” jawab Mira sambil mengusap darah yang keluar dari hidungnya dengan beberapa lembar tissue dari sakunya
"gue bawa lho ke clinik ya..."
"nggak perlu Nugie, ini hanya sementara kok. bentar lagi juga berhenti"
"yang gue heran, kenapa lho tidak pernah cerita tentang penyakit lho ke orangtua lho Mir…??"
"lho nggak akan pernah mengerti tentang posisi gue Nugie…"
"maksud lho…"
"Orangtua gue selalu sibuk dengan bisnis mereka Nugie, mereka nggak akan pernah mengerti tentang keinginan gue ataupun perduli dengan keadaan gue"
"lho mau sampai kapan akan menyembunyikan tentang penyakit ini Mir..??"
"Entahlah, apalagi saat ini mereka berencana ingin melanjutkan gue setelah lulus SMA ini pada jurusan kedokteran sementara gue nggak memiliki ke ahlian di bidang tersebut"
"gue rasa pilihan orang tua lho itu adalah pilihan yang terbaik buat lho kelak Mir... tentang penyakit lho ini setidaknya lho berusaha untuk menjelaskannya, kalau lho nggak bisa ngomong langsung, lewat tulisan juga bisa"
"paling tidak mama jawab, itu hanya penyakit biasa"
"gue semakin nggak ngerti dengan pola pikir lho Mir…"
"gue ingin menjadi seorang penulis Nugie…"
"penulis..??"
"ya..."
"coba lho pikir baik-baik, apa yang bisa lho andalkan untuk menjadi seorang penulis Mir, ke populeran..?? gue rasa, itu semua hanya akan berlangsung sesaat yang pada akhirnya lho hanya akan dikenang atas kepupoleran lho dan untuk selanjutnya lho tidak akan terpakai lagi setelah pemula-pemula lainnya muncul  yang mungkin lebih handal dari lho. coba lah tuk berfikir seribu kali Mir, seharusnya lho bersyukur masih punya orang tua yang mau perduli dengan masa depan anaknya layaknya orang tua lho jadi gue mohon berusaha lah untuk sembuh dari penyakit lho ini supaya lho bisa mewujudkan harapan kedua orangtua lho Mir… percayalah, gue akan selalu ada buat lho dan gue dukung pilihan orangtua lho itu" tegas Anugerah sambil memegang pundak Mira,
Mira hanya terdiam menyimak kalimat demi kalimat yang baru saja disampaikan oleh Anugerah. Mira bingung harus mengajukan komentar apa lagi kepada Anugerah yang sedari tadi mengusap darah yang keluar dari hidungnya
"Nugie, kita cabut yuk…"
"Baiklah, gue antar ya…"
"nggak perlu repot gie..."
"nggak apa-apa kok Mir, sekalian gue ingin tau tempat tinggal lho. masa gue nggak boleh tau asal usul bidadari yang selama ini ada di depan gue" rayu Anugerah seraya berusaha untuk menghibur Mira, Mira tersipuh malu saat mendengar kata-kata dari Anugerah pengagumnya karena selama ini belum pernah ada cowok yang mengatakannya dengan sebutan bidadari. Ini yang membuat Mira ingin selalu berada di dekat Anugerah.                         
                Anugerah mengantar Mira pulang sampai ke depan pintu gerbang rumahnya
“Mir, lho harus banyak-banyak istirahat ya…"
"Makasih gie… udah ngerepotin lho nganterin gue"
"nggak apa-apa Mir, gue nggak merasa di repotin kok justru sebaliknya gue merasa senang sudah tau tempat tinggal lho sekarang dan kapan-kapan gue bisa datang temui lho kesini. gue ingin…”
"ingin apa Nugie..??" kali ini Mira sangat bahagia setelah mendengar kalimat terakhir Anugerah, Mira berharap Anugerah mau mengatakan bahwa dia ingin menjadi kekasihnya
"gue ingin ngasih kejutan ke lho minggu depan Mir…"
"owh, makasih Nugie…" jawab Mira gugup karena ternyata pikirannya salah menerkah tetapi setidaknya Mira sudah memiliki sedikit harapan buat dapatin cinta Anugerah dengan sebuah kejutan yang telah di janjikan Anugerah untuknya.
"silahkan masuk tuan putri…" ucap Anugerah sambil setengah jongkok laksana seorang pangeran yang meminta cinderella untuk segera menaiki delman istimewa, Mira yang sejak tadi hanya diam menatap wajah dan kepribadian sederhana yang saat ini ada di hadapannya. Anugerah tidak begitu tampan tapi kesederhanaan yang di milikinya mampu meluluhkan hati Mira
"Baiklah, terima kasih… hati-hati di jalan ya Nugie"
                  Mira langsung berlari ke kamarnya yang berada di lantai dua, dari jendela kamarnya dia bisa menyaksikan Anugerah yang sedang berjalan. sesekali Anugerah menoleh dan memastikan tempat tinggal Mira supaya minggu depan dia bisa menemui cewek idamannya itu lagi untuk menempati janjinya.
                 
                    ***

"gue ngasih perhatian kayak gini karena gue menyayangi lho Mir…" ucap Anugerah sambil meremas-remas tangan Mira yang sedang berdiri di hadapannya sore itu di tempat biasa pertama kali mereka bertemu.
“gue percaya Nugie tapi apa lho mau menerima gue dengan kondisi seperti ini.??”
“gue nggak perduli dengan kondisi lho Mir… gue sayang sama lho Mir…” berkali-kali Anugerah mengucap kalimat itu kepada Mira seolah-olah berusaha untuk menjadi pengobat bagi penyakit Mira yang di deritanya.
"ini janji gue ke lho minggu lalu Mir, gue yakin kalau lho juga memiliki perasaan yang sama seperti yang gue rasakan ini" ucap Anugerah lagi untuk meyakinkan ucapannya kepada Mira. Mira hanya tertunduk lalu memeluk tubuh Anugerah setelah mendengar pernyataan dari Anugerah
"ya Nugie… gue juga sangat mencintai lho tapi gue nggak mau kelak lho akan tersakiti dengan kepergian…" segera Anugerah menutup bibir munggil Mira dengan jarinya supaya Mira berhenti untuk melanjutkan pembicaraan yang tidak semestinya Mira ucap
"please Mir, jangan bicara kayak gitu lagi" ucap Anugerah sambil mengecup kening Mira cewek yang saat ini sudah menjadi pemilik hatinya. Hati Mira semakin terkulai lemah dalam pelukan Anugerah, cinta dan perhatian Anugerah selama ini telah berhasil meluluh lantakkan hatinya yang kosong meski banyak teman-teman cowok di sekolah Mira yang berusaha ingin mendapatkan cintanya tapi kali ini hanya Anugerah yang berhasil meluluhkannya dan hanya Anugerah lah yang menjadi pemenang pada perlombaan dalam merebut hati Mira.
                ***
 
                       Minggu itu seperti biasa Mira mulai aktif masuk sekolah setelah beberapa hari di minggu kemarin Mira mengajuhkan surat izin sakit kepada kepala sekolahnya
“Mir, tungguin…" teriak Sandra sahabatnya
“ya San, ada apa..??”
"gue mau nanyain sesuatu ke lho Mir.."
"Nanyain tentang apa San..??" "akhir-akhir ini lho dah jarang ngasih kabar ke gue, telfon aja nggak..!! sekarang lho berubah, dari tadi pagi sikap lho dingin terhadap gue nggak kayak biasanya. lho kenapa Mir… Apa gue punya salah ke lho..??"
"nggak San, lho nggak punya salah kok. gue minta maaf ke lho jika memang selama ini menurut lho gue berubah"
"sebenarnya apa yang terjadi dengan lho Mir, lho sepertinya nyimpan sesuatu dari gue" Mira hanya terdiam, kemudian menarik tangan Sandra
"kenapa Mir…"
"ikut gue San, gue ingin nunjukin sesuatu ke lho"
"kita kemana Mir…"
"ikut aja, ntar lho akan ngerti…"
"tapi mobil gue Mir…"
"ya sudah, kita pakai mobil lho saja" Mira mengajak Sandra menujuh ke tempat yang di maksud yang tak lain adalah halte itu. setelah sampai Mira langsung menyuruh sahabatnya untuk nenghentikan mobilnya
"kita kemana Mir..??" tanya Sandra yang belum habis rasa penasarannya
"lho lihat tempat itu San…" Mira menunjukkan Halte itu kepada sahabatnya
"lho ini aneh deh, ya… jelas-jelas aja gue lihat Mir…"
"turun yuk..!!" Pintah mira lagi
"emang kita mau ngapain disana Mir…??"
"turun aja, ntar gue jelasin" Sandra pun mengikuti perintah sahabatnya kali ini yang menurutnya aneh. Mira langsung duduk dibangku halte itu, juga meminta Sandra untuk mendudukinya. Mira mulai bercerita panjang lebar tentang kisahnya semenjak dia menemukan halte itu, termasuk nama Anugerah juga terlibat di dalamnya
"Hmmm gue ngerti sekarang, mentang-mentang sudah ada yang ngasih perhatian lebih dari gue akhirnya lho dah nggak butuh gue lagi. ya kan… hayo ngakuh..!!" cetus Sandra seraya mengejek Mira sambil tertawa kecil
"hehehee lho ada-ada aja, gue tetap sayang sama lho kok San…" jawab Mira sambil merangkul Sandra sahabatnya.
                     Tiba-tiba Anugerah muncul di sebelah mereka yang sejak tadi asyik membicarakan tentang dirinya
"Hem..!!"
Mereka berdua serempak menoleh ke arah suara tadi, Mira sebenarnya sudah yakin kalau suara yang barusan di dengar itu tak lain suara kekasihnya Anugerah. Mira hanya tersenyum sedangkan Sandra masih tercengang
"hei Nugie… lho tau darimana kalau gue berada disini..??" tanya Mira penasaran
"gue dah sering kesini Mir…"
"oya…"
"sebelum lho mengetahui tentang keberadaan halte ini juga gue sering kesini Mir, karena menurut lho sendiri halte ini mampu memberikan kedamaian dalam jiwa kita, ya kan…"
"ya benar…" jawab Mira sedikit kecewa karena dia mengira Anugerah akan menjawab kalau dia ke tempat itu untuk menemuinya ternyata hanya untuk memberikan kedamaian dalam jiwanya seperti yang pernah dia rasakan saat pertama kali bertemu dengan Anugerah di tempat itu tapi kali ini halte ini bagi Mira bukan hanya mampu memberikan kedamaian melainkan juga mampu mempertemukannya dengan cinta Anugerah
"jadi kalian berdua sudah saling kenal ya..??" tanya Sandra menyelah pembicaraan mereka berdua yang sejak tadi hanya bengong melihat ke akraban mereka
"ya San, dia adalah Anugerah yang gue maksud itu…"
"oya…"
"Hai kenalkan, gue Nugie” ucap Anugerah sambil mengulurkan tangannya
“hmmm gue Sandra sahabat Mira“ jawab Sandra, lalu mereka berjabat tangan
"Sandra sahabat cilik gue Nugie" cetus Mira menyelah pembicaraan mereka
"berarti kalian berdua sejak SD sekolahnya di tempat yang sama juga ya…" tanya Anugerah lagi
"ya tepat sekali..!!" sambung Sandra
"owh, gue salut dengan persahabatan kalian berdua"
"makasih Nugie atas pujiannya" jawab Sandra
"ngomong-ngomong, apa kalian berdua sudah lama berada di tempat ini..??" tanya Anugerah lagi
"ya lumayan lama" jawab Mira
"Ya… Mira cerita banyak tentang lho di sini" jawab Sandra lagi sambil melirik ke arah Mira
"cerita tentang apa..??" Tanya Anugerah penasaran
"tentang hubungan kalian" jawab Sandra tersenyum
"owh, ngomong-ngomong lho dah sehat kan Mir…" tanya Anugerah membelok pembicaraannya karena dia sangat khawatir dengan keadaan kekasihnya
“agak lumayan gie…"
"emang lho sakit apa Mir..??" tanya Sandra terkejut ke arah Mira
"gue… gue sakit perut San…" jawab Mira sambil melirik ke arah Anugerah
"apa lho sudah periksa ke clinik Mir..??"
"gue rasa nggak perlu San, karena menurut gue ini hanya sakit biasa"
"yang namanya penyakit jangan dianggap enteng Mir, lho harus tetap periksa"
"Makasih San sarannya tapi sekarang udah lebih baik kok"
"ya udah, gue antar lho pulang sekarang ya Mir… awas jangan nolak..!!"
"ya benar Mir, kalian mesti pulang dulu biar bisa istirahat sekarang" saran Anugerah kepada Mereka
"Iya…" jawab Mira singkat
"baiklah, kami tinggal ya Nugie…" Sandra langsung membalikkan arah mobilnya ke arah jalan menujuh rumah Mira.
                    ***
                   

                      Semakin hari seiring berjalannya waktu, kesehatan Mira semakin memburuk. yang di lakukannya setiap hari libur hanya mengurung diri di kamar. Dia merenung di dekat jendela kamarnya, berharap Anugerah datang menemuinya namun yang muncul hanya seekor burung kecil di balik kaca jendela kamarnya di pagi itu. Hatinya sedikit terobati dengan hadirnya burung kecil yang saat ini ada di depan matanya karena akhir-akhir ini Anugerah sudah tidak lagi menemuinya bahkan Mira sering menyempatkan diri menujuh halte tempat biasa mereka bertemu tetapi Anugerah tidak pernah muncul. Hal itu yang membuat Mira semakin tidak bergairah untuk hidup, Anugerah menghilang begitu saja tanpa memberi pesan kepada dirinya, kehadiran Anugerah dalam hatinya bagaikan pelangi indah yang telah menghiasi relung-relung hatinya namun pada akhirnya pelangi itu menghilang begitu saja.
                 sesuatu yang di takut kan terjadi pada dirinya kali ini benar-benar terjadi, mulut dan hidungnya mulai mengeluarkan darah. "mungkin inilah akhir dari segalahnya, gue lelah menyembunyikan rasa sakit ini" gumamnya
"Miraaaaaaa..!!" teriakan mamanya mengagetkan se isi rumah.
                   Mira terbaring lemah di atas ranjang yang terdapat pada salah satu ruangan rumah sakit, tempat yang tidak pernah dia masuki selama ini.
“Mira bangun sayang… mama janji akan menuruti keinginan mu sayang, kenapa Mira tidak pernah cerita kepada kami sebelumnya tentang penyakit ini Nak..??" Ibu Rika menangis saat menyaksikan tubuh putri sulungnya terbaring lemah di depan matanya siang itu, Dia sangat menyesal setelah mendengar hasil pemeriksaan dari dokter tentang penyakit yang di derita oleh Mira selama ini.
“sudahlah Ma, biarkan Mira istirahat dulu" jawab Papanya berusaha untuk menenangkan
“Mama menyesal Pa…“
"ya Papa ngerti tapi percuma mama menangis seperti ini hanya memperkeru keadaan saja, kita berdoa saja semoga dia segera siuman"
                     Beberapa jam kemudian Sandra datang menemui sahabatnya setelah di hubungi oleh orang tua Mira. Orang tua Mira tau betul bahwa Sandra adalah sahabatnya Mira sejak kecil, mungkin dengan kehadiran Sandra bisa menjadi motivasi bagi jiwa anaknya. Namun Sandra sudah lebih tau bahwa orang yang paling Mira harapkan dalam hidupnya adalah hanya Anugerah, ya Anugerah kekasih Mira.
"tapi gue meski cari Anugerah kemana..??" gerutuhnya dengan suara lirih
"yang gue sesalin, kenapa Mira tidak pernah cerita ke gue tentang penyakitnya ini padahal gue ini sahabatnya, apa gue sahabat yang buruk baginya..??" gerutuhnya lagi
“tidak Sandra, kamu adalah sahabat terbaik yang di miliki Mira” jawab Anugerah yang sejak tadi berdiri di belakang Sandra dan mendengarkan pembicaraannya
“Nugie..!! sejak kapan lho disini, terus dari mana lho tau kalau kami disini..??”
“nanti gue ceritain San, sekarang gimana dengan keadaan Mira..??"
"kayaknya penyakitnya serius gie…" jawab Sandra di balik jendela kaca ruangan tempat Mira di rawat sambil melihat ke arah Mira yang sedang berbaring lemah
"gue nyesel San…"
"Maksud lho…"
"akhir-akhir ini gue nggak pernah temui dia…"
"memang lho kemana aja selama itu..??"
“gue kerja San…"
"sesibuk itu kah,,?? hingga nggak ada waktu lagi buat Mira, seandainya lho bisa ngasih waktu sedikit buat Mira mungkin dia nggak akan terbaring lemah seperti yang lho lihat sekarang"
"lho benar San, ini semua salah gue. gue hanya mencoba memenuhi keinginan Mira malam itu saat terakhir gue menemuinya"
"setidaknya lho ngasih pesan ke dia lewat SMS Nugie…"
“bagaimana mungkin gue bisa memiliki benda semacam itu San, sementara kotak musik ini saja gue kerja mati-matian agar bisa membelinya" tegas Anugerah sambil menunjukkan kotak musik yang terbungkus rapi di tangannya. Sandra menatap wajah luguh Anugerah yang ada di hadapannya, Sandra baru menyadari dan memahami tentang pribadi Anugerah yang sesungguhnya
“ya sudah Nugie, gue minta maaf udah salah sangkah ke lho"
"nggak apa-apa San, gue ngerti"
                    Beberapa saat kemudian Orangtua Mira keluar dari ruangan tempat Mira di rawat
"siang Om, tante…" sapa Sandra kepada orang tua Mira
"siang juga Nak Sandra… oya, kenapa nggak masuk dari tadi San..??" kata Ibu Rika
"Sandra mau nungguin Om sama tante keluar tante… kami takut mengganggu tante" jawab Sandra datar
"teman sekolahnya Mira juga ya..??" tanya Orang tuanya Mira kepada Anugerah yang sejak tadi hanya tersenyum mendengarkan pembicaraan mereka
"eee benar tante…" Sandra langsung menjawabnya
"owh, kalau begitu Nak Sandra masuk saja sekarang temui Mira, Om sama tante mau makan siang dulu. ngomong-ngomong kalian dah makan belum..??" tanya Papanya Mira kepada dua anak mudah yang ada di hadapannya
"nanti aja Om, kita-kita mau lihat kondisi Mira dulu Om…" jawab Sandra tersenyum
"ya sudah, jaga Mira sebentar ya…"
"pasti Om…" jawab Sandra dan Anugerah bersamaan. Orang tua Mira pun berlalu, sekilas batang tubuh mereka hilang dari pandangan Sandra dan Anugerah. Mereka berdua segera memasuki ruangan tempat Mira di rawat, di sana terlihat jelas wajah pucat Mira, air mata Anugerah sudah tidak sanggup di bendung lagi saat melihat kekasihnya terbaring lemah di atas kasur yang tak pernah dia tiduri
“Mira sayang bangun… gue sudah membawakan kotak musik yang gue janjiin ke lho minggu lalu itu Mir, lho masih ingat kan..??” kata-kata Anugerah kali ini seolah-olah mengharapkan kekasihnya untuk membukakan Hadiah pertama yang di berikannya. Sandra juga ikut larut dalam kesedihan saat mendengar kata-kata yang barusan Anugerah ucap untuk sahabatnya
“Nugie yang sabar ya… gue yakin Mira sangat bahagia mendengar itu" ucap Sandra. kemudian Anugerah mencoba membuka kado kotak musik itu supaya Mira dapat mendengarnya, terdengar alunan instrumental elizabeth saat Anugerah memutarnya, tak lama kemudian
“Nugie…” suara Mira kali ini sangat lemah dari biasanya
“Mira, lho sudah siuman sayang..??”
“Nugie, Sandra…" Mira mendesah
"ya Mir…" jawab mereka bersamaan  yang sejak tadi meremas-remas tangan Mira
"makasih kalian berdua menyempatkan waktu buat menemui gue di sini"
“ssssstt  jangan bicara kayak gitu Mir, ini kami lakuin karena kami semua sangat mencintai lho Mir…"  Mira hanya tersenyum kecil setelah mendengar kata-kata dari sahabatnya Sandra
"Nugie…" Desah Mira lagi memanggil kekasihnya
"ya sayang, gue masih disini menemani lho sayang… " jawab Anugerah menahan tangisnya
"Makasih ya… atas hadiahnya, gue merasa bahagia sekali gie…"
"sama-sama sayang, cepat sembuh ya… supaya kita bisa main lagi ke tempat biasa kita singgahi" jawab Anugerah seolah-olah memberi inspirasi kepada kekasihnya untuk kembali ceria lagi seperti sebelumnya.
Mira hanya terdiam dan butiran-butiran cristal cair itu mulai bermunculan dari sudut matanya, sepertinya Mira sudah tidak mampu lagi melawan ke angkuhan penyakitnya kali ini bahkan untuk menjawab omongan Anugerah pun terlalu sulit untuk dia ungkapkan, yang ada hanya airmata yang mampu memberi isyarat untuk kedua orang yang ada di sampingnya saat itu.
                 selanjutnya orangtua Mira masuk setelah beberapa lama meninggalkan putrinya bersama Sandra dan Anugerah sambil membawakan dua bungkus nasi buat mereka, dengan cepat Anugerah mengusap airmatanya yang sempat bercucuran dengan menggunakan sapu tangan yang ada di saku celananya
"Nak Sandra, bagaimana dengan keadaan Mira sekarang, apa sudah siuman..??" tanya Bu Rika
"sudah tante, barusan Mira sempat ngobrol sama kita-kita disini" jawab Sandra sedikit bahagia
"oya, ini tante bawain makanan buat kalian, kalian makan aja dulu"
"terima kasih tante…" jawab Sandra, tapi sepertinya mereka tidak bernafsu untuk menyantap makanan yang baru saja di bawakan oleh orang tuanya Mira setelah melihat keadaan Mira yang serius
"oya, mana putri Papa tersayang…" ucap Papanya Mira lagi tak kalah bahagia setelah mengetahui putrinya siuman
"Pa… mama…" sapa Mira
"ya sayang…" jawab mereka bersamaan
"Tasya mana Pa..??"
"Tasya kami tinggal di rumah sayang…"
"sendirian..??"
"sama Andika sayang… Mama nggak mau dia sedih jika ngeliat keadaanmu yang sekarang ini sayang…" jawab Mamanya lagi. Airmata Mira semakin deras setelah mengingat adik satu-satunya Tasya
"sudah sayang, nggak usah fikir yang macam-macam lagi ya… kalau Mira sudah agak baikan, Mama sama Papa berencana ingin membawa Mira berobat ke luar negeri sayang supaya Mira nggak sakit-sakitan lagi kayak gini ya…"
"ya benar sayang…" lanjut Papanya lagi untuk meyakinkan putrinya
"Pa, ma… maafin Mira selama ini ya..."
"ya sayang, Mira nggak salah kok sayang… Papa sama mama yang meski minta maaf, Papa sama Mama janji akan ngedukung kemauan Mira asal Mira cepat sembuh ya…" jawab Papanya sambil menahan airmata
"sekarang Mira istirahat aja sampai kondisi Mira sudah benar-benar pulih ya sayang…" lagi-lagi Mira membungkam dan airmatanya terkuras habis setelah mendengar kata-kata dari kedua orang tuanya.
                     Mira berusaha tersenyum untuk terakhir kalinya, perlahan-lahan Mira mulai memejamkan pelupuk matanya, Detak jantungnya mulai melemah. Mira pergi untuk selama-lamanya meninggalkan kenang-kenangannya bersama Anugerah, Sandra dan semua keluarga-keluarganya, meninggalkan janji-janji orang tuanya yang belum sempat terpenuhi dan Mira pergi meninggalkan Halte kesayangannya yang memiliki sejuta kenangan saat bersama Anugerah. Anugerah merasa sangat terpukul setelah kepergian kekasihnya  namun Anugerah sadar bahwa Mira tidak butuh kesedihannya ataupun tangisannya, yang Mira butuh hanya doa Anugerah agar kelak bila sudah waktunya, Tuhan mempertemukannya kembali di kehidupan yang kedua dengan ending cerita cinta yang indah.
                   Meski sudah Beberapa hari setelah kepergian Mira, Ibu Rika hingga kini masih terbalut oleh kesedihan dan penyesalan akan keinginan putrinya. sesekali dia memasuki kamar tidur putrinya sekedar untuk menghilangkan rasa rindu terhadap putri sulungnya, seketika dia menemukan sebuah diary kecil di laci meja rias milik Mira. dia mencoba membukanya lalu membacanya setiap halaman, perlahan-lahan airmatanya mulai keluar semakin membalik lembarannya semakin deras pula airmata Bu Rika yang keluar. Pada halaman terakhir di Diary itu tertulis sedikit pesan untuk di sampaikan kepada Sandra sahabatnya juga buat Anugerah kekasihnya. Ibu Rika langsung menghubungi Sandra sahabat Mira, Ibu Rika ingin mengetahui tentang siapa anak laki-laki yang bernama Anugerah yang selama itu pernah menemani hari-hari putrinya padahal sebelumnya Ibu Rika sudah pernah melihat wajah Anugerah saat berada di Rumah sakit tetapi Ibu Rika tidak pernah menyadari bahwa anak laki-laki itu adalah kekasih Mira, mengetahui namanya saja tidak. Ibu Rika mengira bahwa Sandra dan anak laki-laki itu adalah sahabat baik Mira.
"Pagi Nak Sandra…"
"Pagi juga tante… ada yang perlu Sandra bantu tante..??" jawaban Sandra diseberang sana
"Nak Sandra dimana sekarang..??"
"Sandra masih di sekolah tante…"
"ya sudah, kalau Nak Sandra punya waktu, kerumah sebentar temui tante ya…"
"Baik tante, dengan senang hati setelah pulang sekolah Sandra akan segera kesana tante…"
"tante tunggu ya…" setelah mendapat jawaban dari Sandra, Ibu Rika langsung menutup ponselnya.                                Sepulang sekolah Sandra langsung meluncur ke rumah almarhum sahabatnya
"tet… tot…" bunyi bel pintu, Ibu Rika segera membukakannya
"siang tante…"
"mari masuk Nak Sandra"
"makasih tante…"
Ibu Rika langsung mengajak Sandra ke kamar putrinya lalu memperlihatkan Diary yang baru saja di bacanya. Hal serupa juga terjadi pada Sandra setelah menghayati isi Diary tulisan tangan sahabatnya itu

Sandra sahabat cilik gue…
                 Berjanjilah untuk tidak mengingat gue lagi, gue nggak mau lho larut dalam kesedihan setelah kepergian gue.
San, gue ingin lihat lho bahagia bersama orang-orang yang menyayangi lho San…
San, maukah lho mengabulkan permintaan terakhir gue ini..?? mungkin menurut lho permintaan gue kali ini aneh dan irasional tapi gue yakin lho akan bahagia San…
San, lho tau nggak... permintaan gue apa..?? gue mau lho menggantikan posisi gue buat Nugie dan Orangtua gue San...
please San……
please…… demi gue sahabat lho, gue yakin lho pasti bisa melakukannya…

                 Airmata Sandra kali ini lebih deras dari sebelumnya, Sandra langsung memeluk tubuh Bu Rika yang sejak tadi belum sanggup memendung isak tangisnya
"apa yang meski Sandra lakuin tante..??"
"turuti saja kemauannya Nak, kami justru akan merasa sangat bahagia jika Sandra mau tinggal bersama kami disini dan menjadi bagian dari keluarga kami" jawab Ibu Rika sambil mengusap-ngusap airmatanya
"Sandra juga merasa sangat bahagia  tante tapi untuk yang satunya lagi, sungguh Sandra nggak akan sanggup tante..."
"Anugerah maksud Nak Sandra..??" Nanda menganggukkan kepalanya
"tante ngerti Nak… tapi cobalah tuk mencintainya"
"ya, tapi bagaimana dengan Nugie sendiri tante..?? tante nggak akan ngerti bahwa Mira di hati Nugie tak kan pernah tergantikan sekalipun dengan sahabatnya, Sandra yakin itu tante…"
Ibu Rika terdiam setelah mendengar penjelasan Sandra
"tante, apa perlu Sandra beritahu pada Nugie tentang pesan ini..??" tanya Sandra sambil mengusap kedua pipinya yang bercucuran airmata
"ya Nak… karena itu permintaan Mira sendiri jadi sampaikanlah" jawab Ibu Rika
"Baiklah, Sandra akan menemui Nugie"
"kau tau alamatnya..??"
"tidak, tapi Sandra yakin saat ini Nugie sedang berada di halte yang dimaksud  oleh Mira dalam Diary ini tante..." jawab Sandra tegas
"tante mau ikut..??" tanya Sandra lagi
"nggak usah Nak…"
"Baiklah, Sandra berangkat sekarang"
"terima kasih Nak Sandra, tante sudah ngerepotin"
"nggak tante, Mira sahabat Sandra bahkan sudah seperti saudara jadi tak ada yang di repotkan tante…"
"sekali lagi terima kasih Nak Sandra, hati-hati di jalan…"
Sandra langsung menujuh Halte yang pernah disinggahnya beberapa bulan yang lalu bersama sahabatnya Mira, tak salah lagi sosok tubuh Anugerah sedang duduk pada salah satu bangkunya
"Nugie…" sapa Sandra, Anugerah langsung menolehkan pandangannya ke arah suara yang baru saja di dengar
"owh, Sandra… apa kabar..??"  Sandra langsung menyerahkan Diary sahabatnya itu ke tangan Anugerah
"apa ini..??" tanya Anugerah
"bacalah…" jawab Sandra

Nugie sayang…
        untuk terakhir kalinya gue mainkan jari gue yang lemah di atas lembaran terakhir Diary ini karena gue nggak mau semuanya sia-sia. gue merasa semuanya mulai terasa gelap, seolah-olah tak dapat lagi gue rabah. Dari kejauhan gue lihat secercah cahaya yang semakin lama cahaya itu semakin menghampiri gue, sayup terdengar suara bisikkan cahaya itu ingin membawa gue terbang meninggalkan semua kenangan kita. Makaikat kematian itu datang Nugie…
Namun gue memohon, untuk memberikan sedikit waktu agar bisa menatap wajah kalian semua tuk terakhir kalinya karena semenjak lho tidak datang lagi menemui gue, semenjak itulah gue sudah tidak memiliki harapan untuk hidup.
                  salam hangat dari gue yang akan selalu menanti, meski tidak di dunia ini...
                      MIRA
         
                       Setiap harinya tiada hari tanpa ke makam Mira. sebelum menuju makam, Anugerah seperti biasa selalu menyempatkan diri untuk singgah di halte itu. kadangkala Anugerah duduk termenung pada salah satu bangku yang ada di halte itu sambil memutar kotak musik yang ada di tangannya seakan-seakan dia merasakan bahwa dirinya sedang berada bersama Mira. Kini halte itu sudah tidak seperti pertama kali mereka singgahi, semakin hari warnanya semakin pudar seiring bertambahnya usia Anugerah hingga kini 20 tahun berlalu Anugerah selalu rutin dengan sikapnya yang menurut orang lain "aneh"
                  ***

Itu lah cerpen cinta dari sahabat kita RosemiMa Diartysandioriva moga kalian suka ya :)