Cerpen Cinta - BERBURU PACAR
Cerpen Cinta - BERBURU PACAR tulisan cari Celoteh Remaja berupa cerpen dengan judul BERBURU PACAR - Kisah ini berkisah tentang Dion, cowok cool, yang hang out di kafe. Di sana dia ketemu 3 cewek yang suka melirik ke arahnya. Tapi Dion berlagak cuek. Saat keluar cafe, Dion rupanya meninggalkkan kado di mejanya. 3 cewek itu melihat dan mengembalikannya pada Dion. Karena merasa berhutang budi Dion mengajak kenalan. Dan, menanyakan alamat tiga cewek tersebut.
Ternyata Dion memang sengaja meninggalkan kado itu dan bersikap cuek. Itu taktiknya berburu pacar. Dan parahnya lagi, kado itu hanya kotak kosong.
Sore itu, setelah mengelilingi mal, Dion memutuskan untuk singgah di La Fleur Cafe. Saat dia masuk, kafe tidak terlalu ramai. Masih banyak meja yang kosong. Dion langsung menuju meja yang terletak paling sudut.
Tak lama kemudian pelayan datang menanyakan pesanan. Dia memesan cola dingin dengan seporsi kentang goreng. Cukuplah untuk mengganjal perut sementara.
Selama menunggu pesanannya mengedarkan pandangannya. Hanya ada tiga meja yang terisi. Satu meja ditempati oleh sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang orang tua dan sepasang anak. Satu meja lain ditempati oleh cowok berkacamata tebal yang tampak asyik dengan laptopnya. Sementara satu meja lagi, yang letaknya paling dekat dengan meja Dion, ditempati oleh tiga orang cewek. Sepertinya mereka seusia dengannya.
Saat dia tengah memerhatikan tiga cewek itu, tiba-tiba salah satu dari mereka, menatap ke arahnya. Pandangan mereka bertemu. Dion sempat melihat ujung-ujung bibir gadis itu tertarik. Setelah itu gadis itu menyenggol tangan temannya, lalu membisikan sesuatu. Kedua temannya menoleh ke arah Dion sekejap. Saat kedua temannya berbalik lagi, mereka cekikikan.
Dion berusaha untuk cuek. Tetap memasang gaya cool-nya. Membalas senyum pun tidak dia lakukan.
Tak lama kemudian pesanannya datang. Dion mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan sebentar lalu menyeruputnya.
Sayup-sayup Dion bisa mendengar percakapan di meja tiga cewek tersebut.
“Gila ... tuh cowok cakep!”
“He-eh! Mana cool lagi. Kalian liat kan tadi?”
“Tapi, keliatannya pelit, tuh! Liat aja pesanannya. Ekonomis bingit!”
Glek! Dion menelan ludah. Dasar cewek-cewek. Doyan banget ngerumpi. Bahkan hal sepele pun tak luput jadi bahan rumpian.
Dion masih bisa merasakan cewek-cewek itu meliriknya sesekali. Masih sibuk mengoceh tentang dirinya. Ah biarlah. Cuek saja.
Lalu Dion menimang-nimang kotak kado berbungkus kertas berwarna merah mudah dengan motif hati. Pita berwarna merah semakin mempercantiknya. Saat menimang-nimang kado itu Dion mendengar lagi obrolan ketiga cewek itu.
“Sepertinya dia lagi bikin suprise untuk pacarnya.”
“Ah ... sok tahu!”
“Ye beneran. Kalian liat aja tuh. Dia megang-megang kado. Pasti untuk pacarnyalah. Bungkusnya manis gila gitu.”
“Bener juga. Pantesan aja cuek banget tadi. Masa senyum kita-kita dikacangin. Mana ada cowok yang selama ini ngacangin cewek-cewek cantik seperti kita, nggak?”
Yang lain kompak mengangguk mengiyakan. Bersama-sama ketiga cewek itu kembali menoleh pada Dion. Dan seperti sebelumnya, Dion tetap aja bersikap biasanya. Cuek bebek.
Lima belas menit telah berlalu. Cola Dion sudah tandas. Kentang gorengnya pun tak bersisa. Sudah cukup dia berada di La Fleur Cafe ini. Sekarang dia harus pergi.
Dion berjalan menuju kasir. Membayar pesanannya. Setelah itu dia segera keluar dengan langkah cepat.
***
Dion melirik jam dipergelangan tangannya ketika menuruni eskalator. Sudah pukul 5 sore. Dia segera melangkah menuju parkiran yang terletak di basement mal ini.
Baru saja Dion mau menghampiri mobil jazz merah ketika dia mendengar seruan. Cowok itu menoleh dan terkejut saat tiga cewek di La Fleur cafe tadi berlari ke arahnya. Ketiga cewek itu berhenti di depan Dion. Mereka membungkuk sambil memegang perut. Napasnya ngos-ngosan.
Kening Dion mengernyit menatap cewek-cewek itu. Salah satu cewek, berambut hitam panjang sepunggung, berdiri lalu menatap Dion seraya menyodorkan sesuatu. “Ini punya kamu, kan?” tanyanya dengan napas tersengal-sengal.
Dion menatap benda yang disodorkan cewek itu. Seketika langsung sadar, “Bego! Bego! Bego!” makinya seraya memukulkan kepalan tinju ke dahinya.
“Kamu kelupaan kado itu, kan?” sahut cewek yang satunya—yang berambut bob.
Dion mengangguk seraya menerima kado miliknya itu.
“Untung, kami melihatnya dan kamu belum pergi terlalu jauh. Jadi, kami masih bisa mengejar kamu.” Kini giliran gadis berambut ikal sebahu yang berbicara.
“Sorry. Keteledoranku malah membuat kalian repot. Kalian sungguh baik sekali. Emang sih isinya nggak seberapa nilainya. Tapi ....”
“Tapi something special, kan?”
“He-eh,” Dion tersenyum malu. “Hari ini bundaku ulang tahu. Jadi, ini kado untuk beli. Thanks, ya.”
Ketiga cewek itu tersenyum manis. “Santai aja kali. Kami senang ngebantu kamu, kok. Apalagi itu kado buat bunda kamu. Kamu anak yang berbakti ternyata.”
Dion jadi salah tingkah mendengarnya. “Aku nggak tau mau bilang apa lagi. Sekali lagi makasih, ya. Kalian baik banget. Rela ngejar-ngejar aku cuma buat ngembaliin kado ini. Kalo nggak ada kalian, aku nggak tau lagi gimana nasib kado ini. Mungkin udah hilang.”
Cewek-cewek itu mengangguk. “Lain kali jangan teledor lagi,” kata mereka kompak
“Namaku Dion. Kalian siapa? Eh, ini kalo kalian mau kenalan, sih.”
Tentu saja cewek-cewek itu tidak keberatan. Mereka segera menerima jabatan tangan Dion. Menyebutkan nama mereka dengan antusias.
“Vivi,” kata cewek berambut ikal sebahu.
“Ayu.” Cewek berambut panjang sepunggung menimpali.
“Aida.” Cewek berambut bob tak mau ketinggalan menyebutkan namanya.
Dion tersenyum tipis melihat tingkah ketiga cewek tersebut. Lucu-lucu, pikir Dion. “Oh ya, aku tinggal di ...,” Dion menyebutkan alamat rumahnya. “Kalo kalian dimana? Eh, tapi sori lagi nih. Aku bukan bermaksud kepo. Tapi, kalian benar-benar udah berjasa banget buat aku. Jadi, nggak salah kan kalo aku ingin berteman dan membalas kebaikan kalian?” lanjut Dion segera.
Tanpa diminta lagi, cewek-cewek itu menyebutkan alamat rumah mereka. Bahkan selengkap-lengkapnya. Mereka juga tidak malu-malu memberikan pin BB pada Dion.
“Sebenarnya aku mau ngantar kalian pulang sebagai ucapan terima kasih. Tapi, aku buru-buru harus pulang. Udah janji sama Bunda. Maaf, ya.”
“Nggak apa-apa.” Cewek-cewek itu kompak memaklumi.
“Kamu pulang aja. Kebetulan kami bawa kendaraan, kok,” jawab Vivi dengan senyum manis.
“Sampai jumpa lagi, ya,” kata Dion.
Vivi, Aida, dan Ayu mengangguk. Ketiga gadis itu melambaikan tangannya sebelum pergi. Dion membalasnya. Sayup-sayup Dion sempat mendengar cewek-cewek itu ribut membicarakan tentang dirinya.
Saat ketiga gadis itu sudah menghilang dari pandangan, Dion buru-buru kabur dari tempat itu dengan mengambil arah yang berlawanan dengan cewek-cewek tadi. Sesampainya di luar mal, dia segera menuju tempat angkot mangkal.
Di dalam angkot Dion senyum-senyum mengingat kejadian tadi. Dia terlihat puas. Alangkah mudahnya menarik perhatian ketiga cewek manis itu, bisiknya. Hanya bermodalkan sikap cuek dan pura-pura ketinggalan kado, cewek-cewek itu sudah berhasil dia gaet.
Angkot mulai berjalan. Dion membuang kado berbungkus kertas merah muda itu dari kaca jendela. Da menoleh ke belakang dan melihat kotak itu dilindas oleh kendaran yang melintas. Kado itu hanya kotak kosong.
Dion memejamkan matanya. Dalam hati kini dia tengah menimbang-nimbang, rumah cewek mana yang mau dia datangi malam minggu nanti. Vivi, Ayu, atau Aida?
Dion tersenyum puas karena hari ini pemburuannya mendapatkan tangkapan besar.
Pekanbaru, 04 Januari 2015, 15.50 WIB